Mudahkan Hidupku, Hiasi Dengan Belai-Mu

Mudahkan Hidupku, Hiasi Dengan Belai-Mu

Sunday, September 17, 2006

Keluarga

Ruangan yang baru saja aku masuki itu tampak lumayan asri. Karpet yang bersih dan kelihatan masih baru, juga dengan cat tembok warna kuning yang membuatnya enak dilihat. Aku baru pertama kali masuk ruangan itu, saat menghadiri undangan salah seorang temanku, namanya Mas Iman. Dia sedang berbahagia karena baru saja dikarunia seorang anak laki-laki, dan acara yang diadakannya itu adalah acara aqiqah anaknya.

Kalo kuhitung-hitung, acara aqiqoh ini adalah yang ketiga yang kuhadiri selama hidup di Mesir, dan seluruhnya adalah aqiqoh anak teman-temanku di IKMAS Mesir. Dalam sambutannya, mas Iman sempat menjelaskan bagaimana proses penamaan anaknya itu, yang akhirnya dinamai Ahmad Ziyad Azzahidi. Nama Ziyad diambil atas usul istrinya saat ia sudah bingung setelah tanya kesana kemari tentang nama yang cocok untuk anaknya. Nama Ahmad? Kalo ini diambil sebagai pengharapan mudah-mudahan sang anak bisa meneladani Rosululloh SAW. Sedangkan Azzahidi diambil dari nama Mas Iman sendiri. Nama yang bagus menurutku, anaknya pun lucu. Yah, namanya juga bayi.

Setelah sambutan empunya hajatan, dilanjutkan dengan ceramah yang disampaikan salah satu sesepuh di organisasi kedaerahan tempat Mas Iman bernaung, namanya Pak Mustofa Habibi. Ada banyak hal yang disampaikan oleh Pak Mustofa, dan kupikir sangat penting juga untuk diperhatikan, tidak hanya bagi orang yang sudah punya anak, tapi juga untuk yang belum. Paling tidak bisa jadi pegangan saat nanti menjadi aktor dalam ‘episode mempunyai anak’.

Kita tentu pernah mendengar ungkapan ‘mulai dari diri sendiri’. Nah, diantara yang hal penting yang disampaikan dalam ceramah itu adalah bagaimana memberi teladan yang baik pada anak. Di sini yang ditekankan adalah, jangan hanya bisa menyuruh anak tanpa memberi contoh. Pak Mustofa lalu memberi contoh dari pengalamannya sendiri, saat beliau menyuruh anaknya mengaji, anaknya masih lari-lari. Tapi saat beliau sendiri mengaji, anaknya pun sibuk mencari al-Qur’an dan akhirnya ikut mengaji. Lalu dijelaskan juga tentang bagaimana pengaruh orang tua dalam pembentukan karakter anaknya sambil mengutip sabda Nabi SAW;
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang akan menjadikan ia yahudi, nasrani, atau majusi”.
Dicontohkan tentang seorang anak yang menduduki rangking 2 di kelasnya, kemudian didorong oleh orang tuanya agar bisa mengalakan si A atau si B dan jadi rangking 1. Nah, yang akhirnya terpatri dalam anak tadi adalah ‘bagaimana caranya mengalahkan orang lain’. Yang ditekankan di sini adalah bagaimana membentuk karakter anak secara baik dan benar hingga kelak ia bisa menjadi orang yang mempunyai sifat-sifat yang bisa diterima masyarakat. Dan masih banyak pelajaran penting yang terkandung dalam ceramah selama kurang lebih 30 menit itu.

Anyway, rasanya tak salah jika dikatakan bahwa keluarga adalah sekolah yang pertama dalam proses belajar seseorang. Ia menjadi institusi pendidikan pertama dan yang paling awal dijumpai oleh anak pasca kelahiran. Pembentukan anak baik secara jasmani maupun ruhani berlangsung sejak pertama kali anak lahir. Adapun benih-benih keribadian anak itu sendiri sudah terserap sejak dalam kandungan. Kenyataan ini semakin memperlihatkan bahwa proses perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku orang tuanya. Ketika kebijaksanaan yang dominan, hasilnya tentu positif. Ketika kebalikannya yang dominan, hasilnyapun akan jadi negatif. Wallaahu a’lamu bish shawaab

Posted by Azhar Muhammad N.T :: 4:29 PM :: 2 Comments:

Post a Comment

---------------------------------------