Mata adalah penuntun, sementara hati adalah pendorong dan penuntut. Mata memiliki kenikmatan pandangan, sementara hati memiliki kenikmatan pencapaian. Keduanya merupakan sekutu yang mesra dalam setiap tindakan dan amal perbuatan manusia, serta tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Posted by Azhar Muhammad N.T ::
6:36 AM ::
0 Comments:
Post a Comment
---------------------------------------
Tuesday, September 06, 2005
Belajar Apa Saja, Dimana Saja, Dari Siapa Saja
Belajar atau menuntut ilmu, adalah amalan yang mendapat perhatian sangat besar dalam agama kita. Kita semua tentu tahu bahwa wahyu yang pertama kali diturunkan Allah pada nabi Muhammad Saw adalah ayat tentang belajar. Udah hapal kan ayatnya? Selain wahyu pertama tadi, ada juga ayat 11 dari surat al-Mujaadilah yang menerangkan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu. Lalu ada juga sabda Rasulullah Saw,
"Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar". (HR Bukhari)
Kemudian ada perkataan Imam Syafii,
"Sesungguhnya kehidupan pemuda itu, demi Allah hanya dengan ilmu dan takwa (memiliki ilmu dan bertakwa), karena apabila yang dua hal itu tidak ada, tidak dianggap hadir (dalam kehidupan)." Nah, untuk menjadi berilmu itu syaratnya ya harus belajar.
Belajar itu punya manfaat yang sangat besar. Dengan belajar kita bisa jadi cerdas dan wawasan kita akan bertambah luas. Toh kita juga dikaruniai otak yang bisa menampung memori melebihi hardisk di komputer kita. Mengapa nikmat yang super besar ini tidak kita manfaatkan? Beberapa tokoh berpendapat bahwa otak kita memang mampu menyimpan memori dengan kapasitas sangat besar. Mau bukti? Ada diantara kita yang mampu menghapal al-Qur’an 30 juz kan? Hebat ya? Banyak diantara para sahabat yang lihai memainkan pedang dan jago menunggang kuda. Ada juga diantara kita yang pintar matematika, fisika, de el el. Mereka itu nggak ujug-ujug bisa kaya’ gitu, melainkan lewat proses belajar. Kenal sama Linkin Park? Salah satu lagunya, yaitu yang berjudul Breaking The Habit dibuat selama kurang lebih 6 tahun, bukan 6 hari!! Emang ngapain aja? Yang jelas terus belajar dan berusaha bagaimana mengembangkan lirik lagunya hingga jadi. Jadi memang tidak ada alasan bagi kita untuk tidak belajar. Yang jadi masalah bukan apakah kita punya IQ tinggi atau rendah juga bukan apakah kita pintar atau bego, tapi apakah kita mau atau tidak dan sudah dimulai atau belum.
***
Menjelang kepulangannya ke Indonesia, seorang kakak kelas menceritakan pengalamannya saat ia berbincang dengan seorang sopir taksi. Waktu itu sopir taksi ini berkata, "Saudaraku, kamu jangan terlalu kasihan karena aku tidak bersekolah. Sebab aku bisa belajar dari dunia, sesungguhnya dunia itu mengajarkan banyak hal kepada orang yang tidak belajar". Aku lupa kapan persisnya ketika aku pertama kali mendengar seseorang berkata bahwa manusia bisa belajar di mana saja. Yang pasti, aku termasuk orang yang sangat meyakini bahwa kita memang kita bisa belajar di mana saja. Di lembaga formal seperti sekolah, kuliah, atau majlis ta’lim, kita dapat mempelajari berbagai macam ilmu seperti fikih, filsafat, ekonomi, dan sebagainya. Di pasar, kita bisa belajar tentang bagaimana cara berinteraksi yang baik dengan para konsumen. Di jalanan, kita bisa belajar bagaimana meningkatkan kepedulian sosial kita. Dari setiap masalah yang kita hadapi baik kecil maupun besar, kitapun bisa mengambil sebuah pelajaran.
Semua hal yang kita dapati dalam kehidupan ini, bisa memberikan pelajaran berharga pada kita mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit sekalipun. Semua makhluk ciptaan Allah, baik manusia, hewan, atau tumbuhan sekalipun, bisa memberikan pelajaran berharga pada kita. Dari hewan seperti lebah madu misalnya, kita bisa belajar bagaimana menjadikan diri kita bermanfaat bagi yang lain. Pelajaran yang sama bisa kita peroleh dari tumbuhan seperti pohon kelapa. Kita tau kan kalo pohon kelapa itu dari batang, daun, hingga buahnya bisa dimanfaatkan.
Hingga detik inipun aku juga mencoba untuk selalu mengambil pelajaran -meskipun sedikit- dari interaksiku dengan kawan-kawanku. Dari tingkah lakunya, sikapnya, hal-hal yang pernah diceritakannya, dan sebagainya. Ada banyak hal positif yang aku ambil dari situ. Aku punya senior yang sebentar lagi akan menyelesaikan studinya, darinya aku belajar bagaimana menjadi orang yang tekun, yang selalu istiqomah dalam menjaga semangatnya agar jangan sampai luntur. Aku punya dua orang teman perempuan yang diberi cobaan berupa rosib (harus mengulang kuliah di tingkat yang sama) sampai tiga kali hingga harus pindah fakultas. Dari mereka aku belajar tentang kesabaran, semangat tinggi untuk terus berusaha, dan tidak menyerah dengan apa yang dihadapi. Mereka akhirnya berhasil juga naik ke tingkat selanjutnya. Aku punya adik kelas, dia ini anaknya sangat kreatif, energik, alim, dan rajin juga. Kadang-kadang aku malu bila melihat hasil karya yang dihasilkannya dan kubandingkan dengan apa yang kuhasilkan selama ini. Darinya aku belajar bagaimana menggunakan kemampuan yang ada dalam diriku. Karena banyak kesulitan muncul dari kemampuan yang tidak digunakan (meminjam perkataan temanku). Itu hanya beberapa diantara sekian banyak pelajaran yang bisa kuambil dari pergaulanku dengan kawan-kawanku. Dari mereka aku belajar tentang bagaimana mengemban amanat dengan baik, tentang bagaimana menjaga kepercayaan yang diberikan, karena kepercayaan itu tidak bisa dibuat tetapi dilahirkan, kadang butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun kepercayaan namun hanya sedetik saja untuk menghancurkannya. Dari mereka aku belajar tentang kedewasaan, bagaimana menjadi orang penyabar dan pandai menjaga emosi. Dari mereka aku belajar banyak hal. Intinya nih, kalau mau sebenarnya kita bisa belajar apa saja, dari siapa saja, dan di mana saja. Kata Imam Syafii, carilah ilmu seperti halnya seorang ibu yang kehilangan anak perawannya. Maksudnya dicari terus sampai dapat gitu loh...
(Taman Langit, 6 September 2005)
Posted by Azhar Muhammad N.T ::
1:58 PM ::
0 Comments:
Post a Comment
---------------------------------------
Sekedar Tips
Kita tentu punya cara sendiri untuk selalu belajar dalam hidup ini. Itu akan menjadi patokan buat kita dalam melangkah. Intinya sih, jangan malu dan malas untuk belajar. Oke deh, nih ada sedikit tips buat kita-kita;
1. Jangan cepat puas. Perasaan cepat puas dalam diri kita kudu segera dikubur dalam-dalam. Nggak baik cepat puas ketika belajar. Jangan sampe baru bisa belajar di level 2 (dalam skala 10) kita udah merasa cukup puas. Lalu malas belajar. Dalam urusan yang lain, cepat puas boleh-boleh saja kok. Misalnya, udah puas bisa meraih kekayaan materi. Tapi dalam mencari ilmu, jangan cepat puas dengan hasil yang udah kita dapet. Cari terus sebanyak-banyaknya. Yup, belajar tak pernah henti. Terus belajar sampai mati.
2.Meluangkan waktu lebih banyak untuk belajar. Ini perlu banget. Untuk kesuksesan kita juga kok. Konon kabarnya Bill Gates saja, untuk bisa membangun kerajaan bisnis Microsoft, pergi jam 6 pagi dan pulang jam 2 dinihari. Ia melakukan riset dan belajar serta mengembangkan program-program andalan yang kelak bisa dinikmati masyarakat dunia. Sekarang, selain pinter, jumlah kekayaannya setara dengan jumlah total kekayaan dari seperempat jumlah total penduduk Amerika (jumlah penduduk Amerika pada tahun 2004 aja, adalah sekitar 280 juta jiwa. Wow!). Tahun 2005 ini dia kembali jadi juragan terkaya di dunia. Jadi, luangkan waktu lebih banyak untuk belajar. Jujur saja, waktu 24 jam dalam sehari tiap orang sama. Allah memberikan sama kepada setiap orang. Mereka yang berhasil dan sukses biasanya yang pandai memanfaatkan waktunya. Ada yang memanfaatkan waktu luang dengan santai, ada yang malah belajar. Jadi, yang membedakan mereka yang sukses dengan yang gagal salah satunya adalah dalam memanfaatkan waktunya. Betul ndak?
3.Otak kita jangan terlalu diforsir. Meski memiliki kapasitas penyimpanan memori yang besar, tapi perlakukan otak kita dengan baik. Jangan forsir dengan terus-menerus. Biarkan beberapa waktu otak kita melakukan relaksasi dan pelemasan. Hibur dengan berbagai aktivitas yang menyegarkan dan menyenangkan. Misalnya dalam liburan ini kita ajak otak untuk jalan-jalan menikmati keindahan alam atau berpikir untuk yang ringan dulu. Tapi jangan kebanyakan waktu nyantai dan ringannya, khawatir nanti otak kita merasa terbiasa nyantai dan malah susah lagi untuk diajak belajar. Kan parah tuh. Jadi, sewajarnya saja.
4.Manfaatkan kesempatan sebaik mungkin. Kata pepatah, kesempatan cuma datang sekali. Jadi, bersiaplah untuk menyambutnya. Lakukan sekarang juga, jangan tunggu esok. Saat ini, ketika masih muda, kesempatan itu segera manfaatkan untuk belajar. Jangan tunggu hari esok, apalagi kalo udah tua, selain susah mengingat, juga cepat lelah tenaga. Nggak mau kan kita kaya’ gitu? Belajar tuh kapan aja, di mana saja, dan kepada siapa aja. Kalo ada kesempatan, langsung deh manfaatkan. Oke?
5.Pelajari, pahami, dan amalkan. Nah, ini penting juga. Nggak cuma belajar doang, tapi setelah dipahami kudu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Buat kita, dan juga buat orang lain. Jadi memang kudu didakwahkan. Soalnya memang sayang banget, kita udah banyak tahu selama belajar, kita juga udah paham luar-dalam, tapi nggak disampaikan lagi ke orang lain. Aku pernah diajari di Mts dulu bahwa ilmu tanpa diamalkan, seperti pohon yang nggak ada buahnya.
(Dari bulletin STUDIA Edisi 249/Tahun ke-6, 20 Juni 2005. Diubah dikit-dikit)
Posted by Azhar Muhammad N.T ::
1:48 PM ::
0 Comments:
Post a Comment
---------------------------------------
Monday, September 05, 2005
Bersyukur
Kuputar langkahku berbalik dari arah jalanku semula. Untung belum jauh aku meninggalkan masjid Azhar. Aku lupa kalau tadi berniat setelah mengambil minhah aku akan membeli buku di maktabah Daarussalaam. Mumpung ada diskon 60%. Sambil berjalan di trotoar aku membalas SMS yang baru saja dikirim oleh ibundaku. Aku katakan bahwa aku baru saja mengambil minhah, beliau membalas lagi untuk memberi selamat sambil berpesan agar uangnya ditabung. Sambil tersenyum aku membalas lagi bahwa aku sudah ada di toko buku. Setelah keluar dari toko SMS ibuku datang lagi,’jangan dihabisin loh’. Sekali lagi aku tersenyum, lalu kukatakan bahwa aku baru saja bayar 67 pon dapat 2 jilid.
Kulangkahkan kakiku menuju tempat aku biasa menunggu bis. Di bawah panas aku menahan lapar, maklum sejak pagi belum makan sementara jam menunjukkan pukul 2 siang. Alhamdulillah bisnya langsung datang dan masih banyak kursi yang kosong. Aku naik dari pintu depan dan kulihat ada si Abu kawanku yang lebih dulu masuk. Aku langsung duduk disampingnya.
"Beli buku apa Zhar?" Tanyanya padaku
"Cuma buku cerita"
"Buku cerita kok tebel gitu?"
Kusodorkan buku itu padanya. Dia melihat-lihat sebentar.
"Oo, al Futuuhaat al Islamiyah ya? 2 jilid ya?
"Iya, mumpung ada diskon 60% khusus untuk buku terbitan Daarul Basyair ini"
Dalam perjalanan pulang itu kami saling berbagi cerita-cerita ringan. Maklum, aku dan dia juga jarang ketemu. Rupanya dia sedang sedih hari itu, karena tidak berhasil mendapatkan hasil tes darah sebagai persyaratan dalam pendaftaran S2 di al Azhar. Dia dibukroh gara-gara terlambat 10 menit. Itu berarti keesokan harinya ia harus datang lagi ke rumah sakit. Yang membuat dia agak khawatir adalah ujian penerimaan S2 akan dilaksanakan hari itu juga. Aku tidak banyak berkata-kata menanggapi keluhannya, melainkan hanya tersenyum. Entah siapa yang memulai, setelah itu kami mengganti topik pembicaraan. Aku bertanya kenapa dia tidak pulang ke Indonesia dulu, mumpung ada fasilitas tiket gratis yang diperuntukkan bagi penerima beasiswa dari Depag seperti dia. Dia bertanya bagaimana kabar kawan-kawanku yang baru saja pindah rumah. Dia cerita tentang obrolannya dengan temannya di Indonesia, katanya harga barang jadi mahal.
"Tomat 2 butir 1000 rupiah. Kentang sekilo 9000. Beras sekilo 6500. Itu baru di Palembang, di Jakarta kaya’ apa?"
Demikianlah kami saling bertukar cerita di bis siang itu.
Kembali pada kisah sedihnya hari itu, sebenarnya aku juga tidak terlalu puas dengan apa yang terjadi siang itu. Usahaku untuk mengurusi proses tahwil (pindah fakultas) kawanku tidak berhasil. Permohonanku ditolak dan aku kecewa. Setelah bertemu dengan Abu di bis, aku lalu sadar bahwa aku tidak sendiri. Ternyata salah satu saudaraku ada yang bernasib hampir sama denganku. Bahkan apa yang kualami bisa dibilang tidak lebih buruk dari apa yang dialami Abu. Gagal mengurusi tahwil kawanku, toh aku masih bisa mengambil minhah dan membeli buku, dapat diskon pula.
***
Aku teringat dengan isi artikel pada sebuah situs yang dikirim oleh seorang tenaga kerja di Brunei. Ketika dia menceritakan permasalahan yang dialaminya pada salah seorang sahabatnya sesama tenaga kerja, dia mendapati bahwa ternyata sahabatnya mengalami masalah yang jauh lebih berat dari apa yang dialaminya. Kisah sahabatnya ini mengajarinya agar ia lebih banyak untuk menunduk. Menunduk dalam arti banyak-banyak memandang ke bawah. Ternyata pada saat kita mengalami masalah berat, ada kawan atau sahabat kita yang sedang mengalami yang lebih berat dari kita.
Bersyukur, adalah sesuatu yang sama sekali tidak boleh kita abaikan. Seberat apapun masalah yang kita hadapi, kita tetap harus bersyukur karena masih ada nikmat-nikmat yang masih bisa dirasakan. Nikmat itu tidak harus dalam wujud materi. Kita dianugerahi akal untuk berpikir, kita diberi hati, kita dikaruniai mata, telinga, dan indera yang lain. Itu juga merupakan nikmat. Kita masih diberi kesempatan untuk bernafaspun adalah salah satu nikmat terbesar dari-Nya.
(Taman Langit, 5 September 2005)
Posted by Azhar Muhammad N.T ::
1:41 PM ::
0 Comments:
Post a Comment
---------------------------------------