Mudahkan Hidupku, Hiasi Dengan Belai-Mu

Mudahkan Hidupku, Hiasi Dengan Belai-Mu

Monday, November 06, 2006

Bukan Yang Pertama

Inilah resikonya bepergian pada saat mobilitas masyarakat sudah mulai ramai. Ya, waktu itu kami harus rela bis yang kami tumpangi melaju dengan sesekali tersendat kemacetan sampai akhirnya kami sampai di KBRI Kairo. Antara maklum dan tidak, yang jelas bagi saya pribadi ini bukanlah yang pertama kalinya. Sementara tiga orang bapak-bapak dan seorang ibu yang saya temani itu masuk ke dalam menemui salah satu pegawai KBRI, saya pun menunggu di ruang tunggu yang menyatu dengan ruangan petugas jaga. Agak lama menunggu, saya berinisiatif untuk sholat Dhuhur dulu. Belum sempat menuju musholla, ternyata orang-orang yang saya tunggu itu sudah selesai urusannya. Akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan.

Karena pertimbangan efisiensi waktu, kami berlima memilih naik taksi saja. Walaupun begitu kami harus rela perjalanan kali ini lagi-lagi tersendat kemacetan, hingga akhirnya sampai juga di depan Universitas Kairo. Setelah disuruh masuk lewat pintu khusus pengunjung (non-mahasiswa), kami pun segera mencari bangunan Fakultas Adab untuk kemudian menuju ke perpustakaan fakultas itu. Alhamdulillah, bangunan fakultas itu letaknya cukup dekat dengan pintu masuk tadi, tapi perpustakaannya terpisah, tapi juga tak begitu jauh. Setelah menemui petugas di sana dan mengutarakan maksud kedatangan, kami pun diajak untuk bertemu dulu dengan Kepala Perpustakaan untuk mendapatkan semacam acc. Setelah itu kami diantar menuju ruang katalog buku, di ruang ini empat orang teman seperjalanan saya mulai bergerilya mencari daftar-daftar buku yang ingin dilihat. Mereka berempat inilah yang sebenarnya berkepentingan datang ke perpustakaan ini, sedang saya cuma menemani saja.

Setelah menyelesaikan urusan di ruang katalog, kami menuju ruang baca untuk memperoleh buku-buku yang tadi sudah dicari judulnya di ruang katalog. Di sini, mereka masih harus mengisi semacam blanko peminjaman untuk diserahkan ke petugas di ruang baca ini, kemudian setelah ditandatangani, diserahkan ke loket penerimaan buku. Jadilah mereka ini menunggu untuk menerima buku yang diinginkan. Benar-benar proses yang cukup memakan waktu, dan kurang efisien. Dari empat orang ini, satu orang harus kecewa karena buku yang diinginkan tidak muncul. Yang lain pun sebenarnya juga tidak terlalu puas atas apa yang didapat hari itu. Setelah semuanya sholat Ashar, kami pun memilih pulang. Niat untuk berpose di universitas itu harus dipendam karena dilarang oleh polisi. Hari itu kebetulan ada demonstrasi, sehingga banyak polisi anti huru-hara yang berjaga-jaga.

Sistem kerja yang belum tersentuh komputerisasi dan fasilitas yang dirasa kurang mendukung, adalah beberapa diantara kesan-kesan yang ditangkap oleh empat kawan saya ini. Sekali lagi, maklum atau tidak maklum, bagi saya pribadi fenomena seperti ini bukanlah yang pertama kali saya hadapi. Karena kondisi di universitas Al Azhar tempat saya belajar memang seperti itu. Sebagian besar urusan-urusan di kuliah ini dikerjakan secara manual, kalau tidak mau dikatakan sebagai kurang profesional. Berstatus sebagai mahasiswa Al Azhar, mau tidak mau saya harus berinteraksi dengan fenomena seperti ini lebih banyak daripada empat kawan saya tersebut.

Jika mau berpikir positif, saya rasa dengan menghadapi permasalahan seperti ini bisa melatih saya dalam hal mengasah mental dan pikiran untuk mencari solusi atas problem yang dihadapi. Setelah saya bertanya pada petugas di ruang baca itu perihal kemungkinan meminjam buku untuk dibawa pulang, jawabannya ternyata tidak bisa karena perpustakaan itu akan dipindah. Kemudian salah satu dari bapak-bapak itu mengatakan bahwa tidak akan efektif jika harus membaca di perpustakaan itu. Maka beliau pun berpendapat lebih baik beli saja. Membaca dan menulis di rumah tentu jauh lebih efektif daripada melakukannya di perpustakaan itu dengan kondisi seperti itu. Saya mendapatkan satu pelajaran berharga. Ya, seyogyanya kita selalu aktif untuk mencari solusi atas segala problematika yang dihadapi, tidak sekedar berpangku tangan.

Jadilah sore itu kami pulang membawa kelelahan, rasa kecewa, lapar, haus, semuanya bercampur jadi satu, ditambah bis yang harus menghadapi kemacetan seperti saat berangkat, sampai-sampai saya pun sempat terlelap di kursi. Sekali lagi, ini bukan yang pertama. Untuk kawan-kawan saya itu, saya berdoa semoga mereka diberi kekuatan dan kesabaran dalam menjalani hidup di negeri yang unik ini. Wallaahu a’lamu bish shawaab.

Posted by Azhar Muhammad N.T :: 9:37 AM :: 0 Comments:

Post a Comment

---------------------------------------